Kalau kita cermati dan kita betul-betul menyadari dari lubuk hati kita yang paling dalam ternyata negara kita mempunyai pahlawan devisa yang luar bisa. Siapakah dia? Jawabannya adalah Pelaut
Menurutnya, pulihnya permintaan atas pelaut
Mari kita hitung bersama. Apabila jumlah pelaut Indonesia yang bekerja di perusahaan pelayaran asing benar mencapai 83.000 orang pelaut dan apabila kita hitung dalam setahun setiap orang pelaut kita dapat membawa pulang uang dollar mereka ke tanah air minimum 5.000 dollar saja per orang per tahun maka kita akan melihat angka yang spektakulair yaitu 415 juta dollar pertahun atau kalau dirupiahkan dengan kurs 11.000 saja per dollar sekarang menjadi 4,565 trilliun rupiah pertahun. Angka yang spektakulair bukan?
Terus apa yang harus kita lakukan buat para pahlawan devisa kita tersebut? Jawabannya adalah banyak yang musti kita benahi untuk mendukung keberadaan pelaut kita.
Benahi sistem pendidikan pelaut kita.
Untuk meningkatkan kompetensi pelaut kita sehingga dapat bersaing di luar negeri kita membutuhkan lembaga pendidikan pelaut yang berkualitas yaitu yang benar-benar dapat memfasilitasi pelaut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi perkapalan yang semakin modern. Bagaimana caranya?
Pertama selalu memperbarui peralatan pendidikan dan pelatihan sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang terkini seperti memperbaharui fasilitas laboratorium, fasilitas kapal latih, SDM yang berpengalaman dan kompeten di bidangnya dan sebagainya.
Kedua pendidikan dan latihan kepelautan kita saat ini masih dikategorikan mahal bagi pelaut yang berlayar di perusahaan dalam negeri padahal mereka mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan perusahaan pelayaran nasional yang konon hanya menguasai 3% - 4,5% dari total kapal yang berlayar di Indonesia.
Bayangkan saja ada lho gaji pokok pelaut di perusahaan pelayaran dalam negeri yang hanya menerima gaji 400 ribu rupiah. Seandainya dia harus mengambil sertifikat kompetensi pelaut yang jumlahnya mencapai puluhan jenis sertifikat dan masing-masing sertifikat berkisar antara 400 ribu rupiah sampai dengan 3.5 juta rupiah.
Maka dibutuhkan kearifan pemerintah melalui Badan Pendidikan dan Latihan untuk memperhatikan pelaut kita yang setia memberikan kontribusinya kepada armada pelayaran nasional dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepelautan yang murah dan terjangkau mereka.
Benahi dan awasi sistem rekruitmentnya.
Sistem rekruitmen pelaut kita bisa dikatakan masih kacau balau. Bagaimana tidak? Sistem perekrutan pelaut asing yang dikuasai oleh calo (broker agen) pelaut baik yang resmi maupun liar yang bertebaran dimana-mana mulai dari broker yang menempati gedung bertingkat nan megah sampai broker yang berada di gang-gang kecil nan kumuh di Jakarta yang menguasai permintaan pelaut asing dari Indonesia. Mereka para broker dengan lihainya mempermainkan gaji pelaut kita. Karena lemahnya pengawasan tersebut pelaut kita banyak mengalami kerugian terutama gaji mereka yang banyak dipermainkan. Konon mereka harus membayar biaya yang tidak sedikit untuk dapat bergabung dengan perusahaan pelayaran asing. Belum lagi pelaut yang harus menerima gaji dibawah nilai yang tertera di dalam surat perjanjian kerja dengan perusahaan asing terutama perusahaan yang mengadopsi gaji standar ITF (International Transport Worker Federation). Berdasarkan pengakuan pelaut ada yang pernah disodori perjanjian kerja laut standar ITF pada perjanjian kerja tersebut gaji saya tertera 2700, dollar tetapi dengan sangat kecewanya hanya menerima 1570 dollar perbulan belum lagi gaji dipotong dengan biaya potongan charge untuk naik kapal asing berkisar antar 500 sampai dengan 700 dollar yang didebetkan terhadap gaji kita. Selain itu ada perjanjian sepihak antara pelaut dan broker mengenai penerimaan gaji yang harus diterima di kapal seperti contoh bahwa gaji maksimum yang diterima di kapal 60% selebihnya broker agen yang terima dan mengirimnya ke istri pelaut. Untuk pengiriman gaji ke rumah istri juga menyedihkan. Keluarga istri dikirim gaji suaminya yang berujud dollar tetapi sudah dikurskan dengan standar kurs sepihak yang dimiliki agen broker tersebut biasanya jauh dari kurs bank pada saat itu.
Kenapa pelaut tidak menolak dengan perlakuan seperti itu? Jawabannya simpel: Pertama pelaut membutuhkan pekerjaan dengan cepat, karena semakin lama dia tinggal di darat (tidak berlayar) semakin banyak keluar biaya sana sini, belum lagi kewajiban utamanya menafkahi keluarga maka solusi yang terbaik adalah cepat bekerja di kapal. Kedua belum ada organisasi lembaga yang benar-benar peduli terhadap pelaut kita misalnya kalau ada kasus diskriminasi seperti itu berani mati-matian membela kepentingan pelaut. Kemana pelaut harus mengadu? Apa empati kita terhadap pahlawan devisa kita yang menghasilkan devisa negara sebesar 415 juta dollar per tahun?
Membentuk Organisasi Pelaut Yang Kuat
Pelaut sudah selayaknya mempunyai Kesatuan Pelaut yang independen yang benar-benar murni membela kepentingan pelaut Indonesia karena begitu besar kontribusinya mendatangkan cash flow yang luar biasa kepada negeri ini.
Saya pernah berlayar ke Negeri China dan kebetulan berlayar juga dengan para pelaut dari negara China. Secara kebetulan kapal berlayar dari Shang hai China ke Jeddah Arab Saudi. Setiap kapal datang ke negeri China, kawan kita para pelaut dari China sangat dimanjakan sekali oleh Kesatuan Pelaut China. Setiap kapal masuk Pelabuhan Qing Dou yaitu pelabuhan kedua setelah Shang hai para pelaut China tersebut diajak jalan-jalan berkeliling ke tempat-tempat wisata oleh staff dari Kesatuan Pelaut China yang memang memperhatikan setiap kebutuhan pelautnya.
Karena penasaran sayapun bertanya sama kawan saya dari China tersebut tentang proses rekruitmen para pelaut China dan ternyata sangat membuat saya berdecak kagum. Ternyata Kesatuan Pelaut China tersebut yang mencarikan pekerjaan buat para pelautnya. Mereka melakukan lobby-lobby ke perusahaan-perusahaan pelayaran International untuk memasukan para pelautnya supaya bisa mengisi kekosongan pelaut di perusahaan tersebut. Pantas saja beberapa tahun terakhir kita dapat melihat pelaut-pelaut China tersebut banyak di kapal kapal perusahaan pelayaran dari Eropa, Asia termasuk Singapura yang dulu Indonesia dan Philipina sebagai market leader untuk kebutuhan pelautnya sekarang harus bersaing dengan kawan kita dari China.
Kesatuan Pelaut China benar-benar memperhatikan para pelautnya dari sistem rekruitmennya yang baik sehingga pelaut tinggal mematuhi kebijakan organisasi pelautnya. Memang gaji bersih yang mereka terima lebih rendah dari gaji pelaut kita karena uang yang diditerima dari tempat bekerjanya mendapat potongan dari Kesatuan Pelaut China yang meliputi biaya rekruitmen dan mereka juga diwajibkan mencicil kredit kepemilikan rumah yang apabila mereka sudah bosan berlayar dan menginginkan bekerja di darat mereka sudah mempunyai tempat tinggal yang disediakan oleh Kesatuan Pelautnya.
Di Indonesia para pelautnya dengan modal setifikat, kemampuan dan pengalaman yang mereka miliki melamar sendiri ke broker agen yang memang mempunyai link ke perusahaan-perusahaan pelayaran Internasional. Setelah ada konfirmasi dengan perusahaan pelayaran tersebut biasanya diadakan test assesment seperti verifikasi sertifikat, kemampuan dan pengalaman langsung dengan owner perusahaan tersebut biasanya via telephon. Apabila dinyatakan lulus maka proses selanjutnya berlangsung. Dari sini proses perhitungan biaya di mulai dari A sampai Z. Mulai dari biaya Administrasi rekruitmen, biaya Charge, biaya Medical Check-Up, biaya tiket pesawat (tapi ada juga beberapa broker agen yang memberikan tiket pesawat) dan lain lain yang semuanya menjadi beban biaya pelaut sebelum sign on ke kapal asing. Padahal biaya biaya tersebut sudah disediakan oleh perusahaan pelayaran yang akan merekrutnya.
Idealnya Kesatuan Pelaut Indonesia memperhatikan pelautnya termasuk memperhatikan gaji pelaut Indonesia yang berlayar di perusahaan lokal maupun Internatsional. Kesatuannya Pelaut Indonesia juga seharusnya dapat mengawasi proses rekruitmen para pelautnya yang akan berlayar ke luar negeri, memberikan fasilitas dan mengontrolnya sehingga kalau terjadi segala sesuatu dengan pelaut kita Kesatuan Pelaut Indonesia siap turun ke lapangan membantu pelaut Indonesia dimanapun di seluruh dunia.
Saya tidak bermaksud menyinggung pihak manapun tetapi hanya menginginkan agar para pelaut kita para pahlawan devisa negara sedikitnya 415 juta dollar pertahun mendapatkan perhatian dari negara mendapatkan hak-haknya secara sepantasnya.
1 comment:
memang suda seharusnya pemerintah memperhatikan nasib para pelalut...... terkadang perusahaan dalam negeri smena-mena membuat kebijakan gaji. coba aja kalau para pelaut mogok...... bgmn nasib negara ini?
Post a Comment