Pada posting kali ini saya akan mengulas mengenai budaya pelayanan khususnya budaya pelayanan jasa kepelabuhanan. Ada pertanyaan yang selalu menggelitik di kepala saya. Pertanyaannya begini, "Mengapa kita kalau pergi ke Singapore sesampainya di sana sikap dan perilaku kita bisa berubah drastis dibanding ketika kita berada di Indonesia?"
Contohnya?
- Kita apabila berada di Singapura tidak akan berani menyetop taksi di sembarang jalan karena pasti taksinya tidak akan mau berhenti kecuali di tempat antrian taksi..ha..ha..
- Kita apabila berada di Singapura tidak akan berani buang sampah sembarangan karena Singapura dikenal negara pendenda kelas berat dunia yang benar-benar membuat aturan untuk ditaati. Sampai-sampai ada lho yang ngantongin sampah di saku celananya pas kebetulan jauh dari tempat sampah. Sekali lagi ha..ha..
Memang contoh ini agak jauh dari topik yang akan kita bicarakan mengenai budaya pelayanan jasa pelabuhan namun setidaknya muncul di benak anda kenapa seseorang bisa berubah drastis setelah pindah dari satu tempat ke tempat lain yang notabene kondisinya jauh lebih bagus? Apa yang bisa membuat orang tersebut berubah di tempat lain tersebut? Jawab saya, "Karena sistem hukum dan pelayanan mereka sudah berjalan baik, titik."
Saya pernah mengunjungi Pelabuhan Singapura beberapa tahun yang lalu dengan kapal kontainer. Kapal baru mendekati dermaga Tanjong Pagar pasukan shore gank (buruh pelabuhan) waktu itu pelabuhan milik PSA (Port of Singapore Authority) sudah siap-siap menyambut kita. Bunyi sirine dari pergerakan container crane sudah hiruk pikuk di telinga. Ini pasti gak bakalan lama di kapal tinggal di Pelabuhan Singapura, gumanku. Setelah kapal menempel di dermaga kontan saja semua buruh langsung naik dan memberikan loading and discharging sequence (urutan bongkar muat) di Pelabuhan yang akan dijalani kapal. Dalam hitungan menit sejumlah empat container crane langsung menyerbu kapal saya dan melakukan aktivitasnya secara terus menerus dengan jeda waktu hanya setengah jam untuk istirahat setiap jam 12 siang. Budaya seperti ini saya saksikan setiap kali kapal saya masuk Singapura dan berlaku bagi semua kapal kontainer yang singgah di sana.
Menurut Adriansah (2003), budaya adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dianut suatu kelompok. Karena merupakan nilai, sebagai perusahaan yang kegiatan utamanya di bidang jasa, pelabuhan seharusnya memperhatikan dan terus mempertahankan kualitas pelayanan agar citranya terus membaik di mata pengguna jasa. Pelabuhan seyogianya mengetahui keinginan dan kebutuhan para pengguna jasanya.
Kepuasan pengguna jasa (customer) akan terwujud karena kualitas pelayanan yang baik. Menurut Brown et al (1991), kualitas pelayanan (service quality) adalah suatu konsep yang terintegrasi di antara semua aktivitas dan proses yang menggantikan pekerjaan rutin. Pekerjaan rutin yang dimaksud bersifat administrasi yang sering kali kaku dan kurang dinamis.
Sementara, menurut Edvardsson, Thomasson, dan Ovretveit (1994), seharusnya kualitas pelayanan adalah pemenuhan ekspektasi dari kebutuhan customer, staf, dan pemilik. Kualitas layanan yang baik akan tercipta manakala customer, staf, dan pemilik sudah merasa puas. Hal yang disebutkan terakhir ini merupakan indikator bahwa kegiatan internal marketing telah berjalan dengan baik.
Pendekatan Manajemen
Prinsip pendekatan manajemen diharapkan dapat menjadi media untuk :
- Mengetahui kebutuhan dan kemauan para karyawan.
- Memotivasi karyawan
- Menawarkan insentif yang berguna kepada karyawan.
- Meningkatkan etos kerja positif
- Melatih karyawan memahami kekuatan produk produk jasa pelabuhan agar lebih familier (terbiasa) sehingga mereka dapat mempromosikan jasa-jasa pelabuhan dengan baik kepada pengguna jasa.
- Membantu karyawan agar memiliki budaya pelayanan dengan berbagai pengalaman yang mendalam (memorable event) sehingga Pelabuhan dapat menjanjikan pelayanan terbaiknya kepada pengguna jasa.
Hakikatnya, prinsip pendekatan manajemen adalah seni yang digunakan untuk menggugah kepedulian dan kepercayaan seluruh karyawan pelabuhan, di samping membuat karyawan selalu berantusias terhadap setiap ide, gagasan baru, serta segala inisiatif.
Ini sangat penting diperhatikan. Sulit diharapkan bahwa karyawan termasuk mulai frontliner sampai karyawan operasional di lapangan akan memberikan pelayanan yang baik terhadap pengguna jasa bila pimpinannya sendiri tidak memberikan rasa nyaman kepada karyawannya. Pemberdayaan karyawan sebaiknya dilakukan pada beberapa aspek, antara lain, kejujuran (honesty), kepedulian (care), rasa hormat (respect), kesamaan (equality), kerja-sama (teamwork), pengakuan (recoqnition), dan kepercayaan (trust).
Agar proses peningkatan budaya pelayanan pada internal perusahaan dapat terwujud, solusi pendekatan seyogianya didasarkan pada sistem yang memiliki arti dari aspek-aspek di atas. Dilandasi dengan komitmen manajemen untuk selalu berkomunikasi interaktif, berpikiran positif, dan mengembangkan teamwork, niscaya dapat diketahui bahwa karyawan telah mendapat kemampuan, kepercayaan, pengakuan, kesamaan bertindak, dan kebanggaan akan corporate brand serta product brand (perusahaan serta produk-produk jasanya).
Proses peningkatan budaya pelayanan dan budaya jual pun lebih cepat terwujud. Manajemen pelabuhan dapat menjual ide, gagasan, dan inovasi kepada seluruh karyawannya atas corporate brand image, sehingga budaya pelayanan dan budaya jual yang telah terbentuk selalu mengalir dan menjadi pedoman bekerja setiap karyawan.
Harus diakui, proses pemahaman budaya pelayanan di lingkungan pelabuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan pemasaran (internal marketing). Untuk mendapatkan pengguna jasa yang setia, sudah saatnya jika pelabuhan membenahi loyalitas karyawannya terlebih dahulu. Apa pun bentuknya. Mungkin, pelabuhan nantinya tidak hanya menekankan pada pelayanan prima (service excellence), tetapi juga yang dapat memberikan pengalaman tersendiri di mata para pengguna jasa.
Siapkah kita menyambut pengguna jasa kita yang masuk ke pintu gerbang pelabuhan kita dengan ucapan, "Selamat datang Bapak/Ibu di Pelabuhan Indonesia, ada yang bisa dibantu?,"
Siapkah kita menyambut pengguna jasa kita yang masuk ke pintu gerbang pelabuhan kita dengan ucapan, "Selamat datang Bapak/Ibu di Pelabuhan Indonesia, ada yang bisa dibantu?,"