Monday, March 1, 2010

Terowongan Maut Di Bawah Jembatan Ampera Palembang

Setelah dicabutnya larangan berlayar bagi tug boat (kapal tunda) yang menarik batubara melewati jembatan Ampera dari Administrator Pelabuhan Palembang tanggal 19 Februari 2010 karena alasan keselamatan pelayaran, menambah penasaran saya untuk meliput pemanduan tug boat batubara sampai ke areal penumpukan batubara milik PT. Batubara Bukit Asam yang berada di Kertapati, Palembang, Sumatera Selatan.

Pada edisi kali ini saya akan menyajikan postingan yang berjudul Terowongan Maut Di Bawah Jembatan Ampera Palembang. Sebentar, anda akan saya bawa menyusuri Sungai Musi di kota Palembang menggunakan satu kendaraan yang jarang atau mungkin tidak pernah anda bayangkan sebelumnya dan anda akan kami bawa memasuki terowongan maut di Sungai Musi, Palembang. Kendaraan apa? Tug boat menarik sebuah tongkang dengan muatan batubara sebanyak  8000 ton.

Apa dan kenapa saya sebut Terowonagn Maut?  Kita sebut terowongan  maut karena kalau kita akan memasuki terowongan tersebut dengan kendaraan air yang saya sebut di atas kita tidak boleh  melakukan kesalahan sedikitpun karena akibatnya bisa fatal. Maut berada di atas kepala kita kalau kita sampai menabrak jembatan dengan kendaraan tongkang panjang 300 feet atau sekitar 91.5 meter dengan muatan 8000 ton  batubara di atasnya.

Terowongan Maut itu adalah ikon kota Palembang, Sumatera Selatan yaitu jembatan Ampera. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Jembatan ini bisa disebut “Golden Gate” nya Indonesia.


Struktur Jembatan Ampera :
Panjang                     : 1.117 m (bagian tengah 71,90 m)
Lebar                         : 22 m
Tinggi                         : 11.5 m dari permukaan air
Tinggi Menara            : 63 m dari permukaan tanah
Jarak antara menara : 75 m
Berat                          : 944 ton

Perjalanan kita akan dimulai dari areal penumpukan batubara milik PT. Bukit Asam, di Kertapati, Palembang. Di Kertapati inilah tongkang raksasa yang sudah diisi muatan 8000 ton batubara tersebut diikat guna menunggu antrian memasuki Jembatan Ampera menuju Dolphin Pelabuhan Palembang guna melanjutkan perjalanan ke luar dari Pelabuhan Palembang menuju Pelabuhan berikutnya.

Perjalanan kita akan menggunakan Tug boat Marina 9 yang dipandu oleh Capt. Anari Balemo.  Setelah TB. Marina 9 mempersiapkan tali tundanya untuk menggandeng tongkang Indopower, TB. Marina 9 pun mulai bergerak pelan meninggalkan areal penumpukan batubara terbesar di Sumatera Selatan milik PT. Bukit Asam tersebut.. Arus Sungai saat ini berkisar 2 knot. Sementara nakhoda TB. Marina 9 dan Pandu Bandar sepakat untuk mengatur panjang tali towing untuk persiapan tongkang Indopower aman memasuki jembatan Ampera. Sementara di belakang Tongkang Indopower membantu sebuah tug boat untuk menjaga kestabilan jalannya tongkang yaitu TB. Kathelia.

Perjalanan ke tempat penumpukan batubara Kertapati yang berjarak sekitar 3.7 mil akan menempuh waktu sekitar 45 menit perjalanan dengan kecepatan kapal 5 knot. Kapal mulai bergerak dengan kecepatan setengah. Dari jauh kita akan melihat pemandangan jembatan ampera dengan lalu lintasnya yang tidak pernah sepi. Begitu kapal kita yang menarik tongkang perlahan mendekat, saya merasa ragu kalau kapal beserta tongkang tersebut dapat bebas dari atap jempatan tersebut. Kapal tambah mendekat, saya melihat nakhoda kapal dan pandu bandar Capt. Anari Balemo terus berkonsentarasi memandangi terowongan jembatan tersebut dan mengatur gerakan kapal beserta tongkang sarat muatan 8000 ton batubara tersebut agar benar-benar dapat melintas tepat ditengah-tengah terowongan. "Kita bisa bebas dari atap jembatan, Captain? saya bertanya. "Harus bisa!" Capt Anari menjawab.

Benar saja, kapal pelan tapi pasti memasuki terowongan maut Jembatan Ampera. Bersamaan dengan waktu melintas tadi dipantau jarak aman dari atas kapal ke Jempatan Ampera sekitar setengah meter saja.Ya setengah meter. Dari tug boat Kathelia yang membantu di belakang tongkang batubara menginformasikan melalui radio bahwa tongkangnya sudah bebas dari terowongan.

Kita bisa bayangkan apabila kendaraan dengan muatan 8000 ton batubara tersebut dengan kecepatan 5 knot tidak tepat memasuki terowongan dan menabrak tiang jembatan, wooow jangan sampai hal ini terjadi karena akibatnya bisa fatal. Tapi resiko itulah yang yang harus ditanggung oleh pandu bandar Palembang guna melancarkan arus tranportasi batubara dari areal penumpukan batubara milik PT. Bukit Asam di Palembang tersebut.